Senin, 30 Mei 2016

Aku Ingin Beri Dia Bunga



Aku ingin beri dia bunga...
berdiri menanti di depan pintu
dikala mentari pagi mulai beranjak dari batas langit
ketika tetes embun masih bergayut erat di dedaunan
ketika hati masih sepi dari rasa pedih
ketika pikiran belum terisi hal yang kan menyesakkan dada

Aku ingin beri dia bunga...
seperti kala itu
menyaksikan dirinya terpesona
wajahnya memerah haru
seraya mendekap erat setangkai bunga terbaik
pilihan untuk dirinya yang berharga

Aku ingin beri dia bunga...
sebelum masanya usai
sebelum awan kelabu semakin menghalang pandang
dari langit biru cerah indah

Aku ingin beri bunga...
meraih jemarinya
mengayunkan langkahnya dari balik pintu
berlari kecil seraya menikmati udara pagi yang masih segar
indahnya mentari pagi dan kicau burung
dengan goresan senyum kita berdua

Aku ingin beri dia bunga...
esok pagi aku akan datang
memberikan bunga terbaik
berharap untuk mengulangi masa indah
bersama dirinya
sebelum semuanya mungkin berakhir

Never get bored with your life..... since It's beautiful indeed !

Bosan Hidup

Seorang pria mendatangi Sang Master, "Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah
jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang
saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati."

Sang Master tersenyum, "Oh, kamu sakit."   "Tidak Master, saya tidak sakit.
Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan.
Itu sebabnya saya ingin mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Master meneruskan, "Kamu
sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi
terhadap kehidupan."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian,
tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma
kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus,
tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak
ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit.
Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan
membuat kita sakit.

Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga,
bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak
selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup
ini?

Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu
keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia
mengikuti petunjukku." demikian sang Master.

"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin
hidup." pria itu menolak tawaran sang guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?"
"Ya, memang saya sudah bosan hidup."

"Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini.  Setengah botol
diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan
malam kau akan mati dengan tenang."

Giliran dia menjadi bingung. Setiap Master yang ia datangi selama ini
selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini
aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah
betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati. Pulang kerumah, ia
langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh

Master edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia
rasakan sebelumnya.

Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia
akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk
makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak
pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam
terakhir, ia  ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda
gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya
dan membisiki di kupingnya, "Sayang, aku mencintaimu." Karena malam itu
adalah malam terakhir, ia ingin  meninggalkan kenangan manis! Esoknya
bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin
pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi.
Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur.
Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu
untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi
terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh
sekali Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang.
Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka
pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah
siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih
toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda.
Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang kerumah jam 5

sore,  ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan.

Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang,
sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu."
Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Pi, maafkan kami semua. Selama ini,
Papi selalu stres karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi
sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana
dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya? Ia mendatangi
sang Guru lagi.

Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang
telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh,
Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa
maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik
kehidupan.  Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut,
selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan
jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan.
Itulah kunci  kebahagiaan.  Itulah jalan menuju ketenangan."

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke
rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih
mengalir  terus.   Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah
sebabnya, ia selalu

bahagia,  selalu tenang, selalu HIDUP!

Hidup bukanlah merupakan suatu beban yang harus dipikul, tapi merupakan
suatu anugrah untuk dinikmati (Unknown)

Cermin yang Terlupakan



Pada suatu ketika, sepasang suami istri, katakanlah nama mereka Smith,
mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang tidak
mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan  anak-anak
mereka telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri.


Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang
tidak dibutuhkan  lagi.

Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan
benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu  di
antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah
pernikahan mereka, dua puluh tahun yang lampau.

Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah
digunakan. Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak
buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah
mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya,
cermin itu tidak mereka kembalikan. Demikianlah, cermin itu teronggok  di
loteng. Setelah dua puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang yang
memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka
mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang  lain
untuk dijual keesokan hari.

Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah  mereka
penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang  mereka
jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah  tangga,
buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua  yang
sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.

Seorang lelaki menghampiri Mrs. Smith.

"Berapa harga cermin itu?"  katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai
tadi. Mrs. Smith tercengang.

"Wah,  saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda
sungguh  ingin membelinya?" katanya.

"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus."  jawab pria itu. Mrs. Smith
tidak tahu berapa harga yang pantas untuk  cermin jelek itu. Meskipun sangat
mulus, namun baginya cermin itu  tetaplah jelek dan tidak berharga.

Setelah berpikir sejenak, Mrs. Smith  berkata, "Hmm .... anda bisa membeli
cermin itu untuk satu dolar."

Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik
selembar uang  satu dolar dan memberikannya kepada Mrs. Smith.

"Terima kasih," kata Mrs. Smith, "Sekarang cermin itu jadi milik Anda.
Apakah perlu dibungkus?"

"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang."  jawab
si pembeli.

Mrs. Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya
dan meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia mulai mengupas
pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan  lapisan
pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya.

Bingkai cermin  itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru
aqua yang  selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung
bingkai itu!

"Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan
gembira. Mrs. Smith tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin indah  itu
dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih
pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.

Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang  kita
merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita
melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun
pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pegi  bekerja, pulang
sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.

Sama halnya dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik pelapis
dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan
tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna
emas yang indah.

Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat  memperkaya
hidup kita.

Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur  hidup
kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali  dalam hidup
kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita.

Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas?

Akankah kita  membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak
seperti yang  kita inginkan?

Setelah dua puluh tahun, dan setelah terlambat, barulah Mrs. Smith
menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita  menyadari
keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak.


Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup  hanyalah
rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas  tersebut dan
menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.

Marilah kita mulai menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru,  belajar
lebih banyak, mengenal orang lebih baik.

Mari kita melakukan sesuatu  yang baru.

Mari kita membuat perbedaan!

Bonsai dan Sequoia



Orang Jepang memelihara pohon yang lazim disebut Bonsai, pohon ini
indah dan dibentuk dengan sempurna walaupun tingginya hanya dalam
hitungan sentimeter. 
Di California ditemukan pohon raksasa hutan yang bernama Sequoia.
Salah satu pohon raksasa ini diberi nama Jenderal Sherman dengan
ketinggian mencapai 90 meter seakan menembus langit dan lingkar batang
hingga 26 meter.  Pohon raksasa ini begitu hebat sehingga jika
ditebang akan menghasilkan kayu bangunan yang cukup untuk membuat 35
buah rumah dengan lima kamar. 
Pada saat berbentuk biji Bonsai dan Jenderal Sherman berukuran sama
kecil, masing2 beratnya kurang dari satu milligram.  Setelah keduanya
dewasa terjadi perbedaan ukuran yang luar biasa dan kelihatan seperti
peristiwa yang sederhana saja, tetapi kisah dibalik perbedaan ukuran
itu mengandung pelajaran dalam kehidupan manusia.  Ketika pohon Bonsai
mulai menyembulkan tunasnya di muka bumi, orang Jepang mencabutnya
dari tanah dan mengikat pokok akar dan sebagian cabang akarnya dengan
demikian secara sengaja menghambat pertumbuhannya.  Hasilnya adalah
sebatang pohon mini yang indah tetapi tetaplah mini. 
Biji Jenderal Sherman jatuh ke tanah California yang subur dan
mendapat gizi dari mineral, air hujan dan sinar matahari, hasilnya
adalah sebuah pohon raksasa.

Baik Bonsai maupun Jenderal Sherman tidak punya pilihan dalam
menentukan nasibnya.  Tidak demikian dengan anda,  anda punya hak
untuk menentukan nasib, anda bisa jadi besar atau jadi kecil
sebagaimana yang anda kehendaki.  Anda bisa jadi Bonsai atau Jenderal
Sherman.  Citra diri anda dan cara anda memandang diri sendiri akan
menentukan akan menjadi apa anda kelak, untuk itu anda punya pilihan.

Minggu, 29 Mei 2016

Who is More Clever ?




Ketika seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur
yang berdomisili tidak jauh dari kantornya, mereka melihat ada
seorang anak kecil berlari-lari dan melompat-lompat di depan mereka.
Tukang cukur berkata, "Itu Bejo, dia anak paling terbodoh di dunia".
Pengusaha itu kemudian bertanya "Apa iya?". Tukang cukur dengan bersemangat "Mari... saya buktikan!" Lalu, dia memanggil si Bejo,
tukang cukur itu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp
1000 dan Rp 500, lalu ia memanggil bejo dan berkata, "Bejo, kamu
boleh pilih dan ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih
yang mana, ayo nih!". Bejo pun melihat ke tangan Tukang cukur
dimana ada dua lembaran uang Rp 1000 dan Rp 500, lalu dengan cepat
tangannya bergerak mengambil lembaran uang Rp 500.
Tukang cukur dengan perasaan benar dan menang lalu berbalik kepada
sang pengusaha dan berkata, "Benar kan yang saya katakan tadi, Bejo
itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung
berapa kali saya lakukan tes seperti itu tadi dan ia selalu mengambil
uang logam yang nilainya paling kecil".

Setelah sang pengusaha sudah selesai memotong rambutnya, di tengah
perjalanan pulang dia bertemu dengan Bejo. Karena merasa penasaran
dengan apa yang dia lihat sebelumnya, dia pun memanggil Bejo lalu
bertanya "Bejo, tadi saya sewaktu tukang cukur menawarkan uang
lembaran Rp 1000 dan Rp 500-an, saya lihat kok yang kamu ambil, uang
yang Rp 500, kenapa tidak ambil yang Rp 1000, nilainya kan lebih
besar dan dua kali lipat dari yang Rp 500.

Si bejo kemudian melihat dan memandang wajah sang pengusaha, ia agak
ragu-ragu untuk mengatakannya. "Ayo beritahu saya, kenapa kamu ambil
yang Rp 500," desak sang pengusaha. Akhirnya si Bejo pun berkata,
"Kalau saya ambil yang Rp 1000, berarti permainannya akan
selesai............"

Moral of the story:
Never judge a book from its cover,
The story may be different from what you may think of.